SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) DALAM PEMANTAUAN KASUS DBD
Latar Belakang
Musim di Indonesia kini tak lagi sama seperti zaman dahulu. Musim di Indonesia saat ini sulit untuk diprediksi. Dahulu perkiraan lamanya musim hujan maupun musim kemaurau selalu bisa diperkirakan, akan tetapi sekarang hal tersebut sulit untuk diperkirakan. Perubahan musim yang tidak jelas ini pastilah memiliki efek pada lingkungan. Salah satu efek negatifnya yaitu penyakit demam berdarah atau demam dengue (DBD) menjadi kasus endemik di berbagai daerah di Indonesia.
Demam berdarah atau demam dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh viruas dengue. Beberapa jenis nyamuk menularkan (atau menyebarkan) virus dengue. Demam dengue juga disebut sebagai “break bone fever” atau “bone break fever” (demam sendi), karena demam tersebut dapat menyebabkan penderitanya mengalami nyeri hebat seakan-akan tulang mereka patah. Sejumlah gejala dari demam dengue adalah demam, sakit kepala, kulit kemerahan yang tampak seperti campak, serta nyeri otot dan persendian. Pada sejumlah pasien, demam dengue dapat berubah menjadi satu dari dua bentuk yang mengancam jiwa. Yang pertama adalah demam berdarah, yang menyebabkan pendarahan, kebocoran pembuluh darah dan rendahnya tingkat trombosit darah (yang menyebabkan darah membeku). Yang kedua adalah sindrom renjat dengue, yang menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
Di zaman modern yang serba canggih seperti saat ini, dibutuhkan data-data yang dapat kita peroleh secara cepat, efektif dan efisien. Salah satu caranya yaitu melalui Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang akan diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti: lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. SIG adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri dari berbagai komponen, tidak hanya perangkat keras komputer beserta dengan perangkat lunaknya saja akan tetapi harus tersedia data geografis yang benar dan sumberdaya manusia untuk melaksanakan perannya dalam memformulasikan dan menganalisa persoalan yang menentukan keberhasilan SIG.
Rumusan Masalah
Bagaimana kemampuan Sistem Informasi Geografi dalam melakukan pemantauan kasus DBD?
Batasan Masalah
Batasan masalah dalam paper ini yaitu Sistem Informasi Geografi yang digunakan untuk pemantauan kasus DBD.
Solusi
Pemantauan kasus DBD dapat dilakukan dengan melakukan pengolahan data menggunakan SIG, yaitu dengan cara pemetaan data-data mengenai kasus DBD yang memiliki informasi spasial (titik-titik penyebaran penyakit BDB). Dengan pemetaan data tersebut, dapat diketahui daerah mana saja yang terkena kasus DBD. Oleh karena itu, kasus DBD akan lebih terpantau dengan cepat, efektif, dan efisien.
Langkah-Langkah Pelaksanaan Solusi
Pemetaan kasus DBD dapat dilakukan dengan melakukan pengumpulan data-data terlebih dahulu, baik itu data primer maupun data sekunder. Contoh data primer yaitu peta dasar dan contoh untuk data sekunder yaitu data-data kasus DBD. Setelah data-data diperoleh, maka langkah selanjutnya yaitu pengolahan data menggunakan SIG. Pengolahannya yaitu memploting titik-titik penyakit DBD, kemudian dilakukan simbolisasi dan layouting sehingga akan menghasilkan sebuah peta yang tersaji secara kartografis.